
Menurut Hari, ternyata penjual es teh manis itu semacam sindikat. Adaa yang bertugas membuat dan ada yang bagian menjual. Pihaknya pun langsung menelusuri sumbernya yang membuat.
“Saya belum bisa pastikan airnya dari kucuran drainase atau bukan. Pas kami sampai di sana mereka sedang menadah air drainase dengan baskom. Gelas-gelas plastik bekas pakai mereka kumpulkan, cuci, digunakan lagi buat dagang,” imbuh Hari.
Dia menambahkan pembuat teh itu membuat konsentrat teh dari rumah dan dibawa ke dalam jeriken yang tidak layak untuk makanan. Dari observasi lapangan Satpol PP, kemudian ditemukan lagi toren air yang diduga menampung air buangan untuk dibuat es teh.
“Mereka sudah membawa konsentratnya, dicampur air. Besar kemungkinan campur air itu untuk pembuatannya. Iya itu air buangan, kayak ada pipa keluar air. Kasat mata bening, tetap aja itu bukan untuk konsumsi,” jelas Hari.
“Tadi saya sempat ke lokasi, keterangan dari warga sekitar sudah lama, dari 2009 sudah ada produksi itu. Warga sekitar juga nggak mau minum. Penjualnya sama anggota saya diminta mencoba minum, dia juga nggak mau, berarti kan nggak yakin sama produksinya dia,” paparnya.
Jadi PKL itu melanggar tempat berjualan di trotoar juga yang diperdagangkannya diduga berbahaya. Es teh itu sering dijajakan pada pengunjung Monas kala siang hari terik dengan harga Rp 5 ribu.
“Kemarin yang kita amankan pembuatnya, PKL amankan barang dagangannya. Pembuatnya diamankan. Kalau dari keterangan warga sekitar 3-4 orang, kita amankan 1 orang. Sudah diserahkan ke Polsek Gambir,” tandas Hari.(***)